Sunday, April 21, 2019

Penderita HIV/AIDS di Indonesia Semakin Tinggi

Penderita HIV/AIDS di Indonesia Semakin Tinggi
Penderita HIV/AIDS di Indonesia Semakin Tinggi
HIV merupakan jenis virus Human Immunodeficienty Virus yang bisa menyerang pada kekebalan tubuh manusia. Virus ini bisa menyerang T cell, merupakan salah satu jenis darah putih yang memproduksi antibodi dan menyerang pathogen di dalam tubuh.

Apabila T cell rusak, tubuh akan kehilangan kemampuan antibody untuk menyerang zat asing yang masuk ke dalam tubuh termasuk virus dan penyakit. HIV berbeda dengan AIDS, merupakan kondisi yang timbul akibat rusaknya system pertahanan tubuh karena virus HIV.

Sehingga orang yang terkena AIDS adalah orang yang terserang virus HIV, namun sementara orang yang mempunyai HIV tidak selalu berakhir dengan AIDS.

Menurut Dr. Adiyana Esti, mengatakan, “Rentang waktu HIV berubah menjadi AIDS sangat relatif, tergantung treatment dan kecepatan penanganannya. Harapan hidup orang yang terinfeksi HIV bisa selayaknya orang normal apabila ditangani dan mendapat pengobatan yang tepat,” saat memberikan keterangan kepada DJI, Sabtu (20/4/2019).

Sementara terkait dengan AIDS, jumlah kumulatif AIDS yang dilaporkan menurut jenis pekerjaan sampai dengan Juni 2016 menunjukkan Ibu Rumah Tangga justru paling banyak hidup dengan AIDS ( 11.655 orang), wiraswasta (10.565 orang), karyawan swasta (10.488 orang), dan pekerja seks justru cenderung lebih rendah hanya ( 2.818 orang).

Bisakah HIV/AIDS dapat disembuhkan?

Sampai saat ini vaksin untuk mengobati HIV/AIDS memang belum ada, namun virus ini bisa dihambat dengan ARV (Antiretroviral). Dimana ARV adalah obat yang dipakai untuk menghambat aktivitas virus HIV agar tubuh ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) memiliki kesempatan untuk membangun sistem kekebalan.

Bila sistem kekebalan tubuh ODHA baik, maka mampu untuk melawan infeksi yang datang sehingga mereka memiliki kualitas hidup yang baik dan harapan hidup yang panjang. Faktanya, HIV tidak akan menular melalui kontak sosial.

Dengan pengobatan yang benar, maka ODHIV bisa memiliki pasangan dan anak tanpa takut akan menularkan. Tidak ada perlakuan khusus pada ODHIV, namun cuman hanya melakukan perawatan sesuai dengan jenis penyakitnya.

Ternyata ODHIV tertinggi terjadi pada ibu rumah tangga. Ratri Suksma, aktivis perempuan dan HIV menjelaskan, bahwa pada bulan Mei 2006 pertama kali di vonis mempunyai penyakit HIV yang ternyata akibat dari suaminya yang merupakan mantan pencandu narkoba.

Setelah 2 tahun menikah, ia mengalami KDRT dari suaminya. Akhirnya suaminya mengalami sakit dan harus dirujuk kerumah sakit. Pada saat itu, suaminya harus di rawat dan dokter menyarankan untuk test HIV,” ujarnya.

Berbeda dengan Hartini, Aktivis HKSR, IPPI & HIV mengatakan, bahwa setelah meminum ARV justru membuat dirinya menambah berat badan, kemudian nafsu makan pada dirinya semakin meningkat dari sebelumnya,” ujarnya.

“Dengan pengobatan dan kontrol yang baik dan benar, maka sangat memungkinkan ODHA memiliki pasangan yang bukan ODHA dan tidak dapat menularkannya. Begitu juga ibu dengan ODHA bisa melahirkan anak yang tidak terinfeksi HIV. Nah, sampai saat ini ARV masih disubsidi oleh Pemerintah, hingga dapat diperoleh secara gratis. Akses ARV pun bisa sampai ke tingkat Puskesmas,” ujar Dr Esti.

0 comments:

Post a Comment